Garwa Padmi

Khasanah budaya yang diturunkan secara turun temurun, sejak zaman kerajaan Mataram, yang oleh VOC di belah dua menjadi Surakarta dan Yogyakarta, Kemudian maha karya adiluhung Sultan Agung yang bernama “tari” dengan judul “Serimpi” yang diartikan “mimpi” itu menjadi sebuah warisan yang harus di bagi dua menggelitik saya. Ini warisan yang tak ternilai harganya. Seiring waktu, tari Serimpi yang di tonjolkan Surakarta adalah keagungan perempuan nan lemah lembut. Sementara Yogyakarta
lebih menonjolkan gagah berani seperti Srikandi. Sehingga tampak serupa namun tak sama. Namun dari keduanya, tetap memberi makna dan simbol adiluhung serta filosofi yang sangat dalam.
Dari semua itu menginspirasi saya untuk menulis sebuah cerita fiksi yang berlatar seni budaya, khususnya tari. Maka lahirlah “Garwa Padmi” dengan bumbu cinta dan konflik.