“Kebanyakan penduduk kampung kami, seperti juga daerah-daerah lain di Ranah Minang, merantau ke berbagai kota di Indonesia. Pada umumnya mereka merantau ganti profesi dari petani di kampung menjadi pegawai atau pedagang di rantau. Beda dengan Ayahku dari petani di kampung tetap menjadi petani juga di rantau merangkap ustaz. Begitu banyaknya yang merantau sehingga banyak rumah tidak berpenghuni. Diperkirakan yang tinggal di kampung tidak lebih dari 20 persen. Namun masyarakat di rantau tetap saja membangun rumah di kampung sebagai tempat istirahat ketika mereka pulang sejenak dari perantauan. Rumah di kampung dijadikan semacam markas. Meskipun pasangan hidupnya bukan orang mMinang akan senantiasa ada markas yang bisabisa dikunjungi untuk melepaskan rindu. Fungsi markas itu akan berangsur memudar mulai dari generasi penerus. Sepertinya kebiasaan itu yang menyebabkan hidupnya tradisi pulang basamo.”
Petikan paragraf di atas memberikan gambaran tentang merantau. Selain itu, etos belajar dan bekerja akan kita dapatkan di setiap lembar demi lembar memoar ini. Sosok Anas Rachman menggambarkan gejolak batin perjalanan seorang pemuda yang merantau ke Ibu Kota Batavia via Tanah Deli. Perjuangannya penuh liku tetapi mendapatkan secercah harapan mewujudkan mimpi-mimpinya yang berujung manis.
Reviews
There are no reviews yet.