Suara itu terdengar jelas berulang-ulang, karena suasana malam yang sepi berubah menjadi sangat mencekam dan terasa sekujur tubuh ini merinding. Arif, Agus, dan Tofa duduk lebih mendekat dan merapatkan diri, ketakutan menghantui perasaan mereka. Aku meraih lampu senter kemudian berdiri dan berjalan mendekati jalan setapak ujung jalur pendakian, kuberanikan diri untuk melihat ke bawah karena penasaran.
“Eh, mau ke mana, bro?” teriak Arief yang melihatku berjalan ke arah jalur pendakian asal suara-suara yang terdengar itu. Aku berdiri tertegun dan tidak menjawab pertanyaan Arief. Sementara suara-suara itu tetap terdengar beraturan membuat merinding.
“Ya Allah!” Aku berdiri tepat posisi di ujung jalan, lampu senterku mengarah ke bawah jalan berbatu yang turun curam. Aku terdiam sejenak dan seluruh tubuhku merinding mendengar suara-suara yang makin keras.
“Bro, tidak ada satu orang pun pendaki berjalan naik menyelusuri jalur ini,” teriakku tanpa sadar, sedangkan suara itu makin keras terdengar. Lampu senter aku arahkan ke jalan setapak bebatuan di bawah yang kelihatan sepi, tidak ada satupun pendaki berjalan naik ke arah kami. Aku segera meloncat berjalan mendekati Arif dan Agus duduk bergerombol di sana, sementara tubuhku menggigil ketakutan dan berkeringat dingin.
Teman-teman lainnya terdiam membisu mendengar aku berteriak. Suara yang berulang-ulang terdengar membuat mereka ketakutan. Mulutku tak berhenti membaca doa-doa yang aku ingat, suara itu berhenti tetapi kemudian terdengar lagi semakin keras. Angin berhembus lembut berputar di sekeliling Pos 2. Tidak lama kemudian aroma wangi dupa dan aroma harum bunga tercium tajam.
Reviews
There are no reviews yet.