THE COUNTLESS PLEASANT Mengetuk Realita dalam Kabut Kenangan

Semesta seolah telah merajut dunia ini dengan benang kesempurnaan, membentangkannya tanpa cela. Segala yang terjadi mengalir begitu saja, seakan diatur oleh tangan tak kasatmata yang memastikan segalanya berjalan tanpa hambatan. Tiada luka, tiada nestapa, hanya bahagia yang mengalun tanpa henti.

Namun, seiring berjalannya waktu, kesempurnaan ini justru mengundang tanya. Mengapa semua terasa begitu mudah? Mengapa tak ada rintangan yang menghadang? Dan setelah ini semua disadari, meski dunia ini masih menyajikan segala kebahagiaan, ada sesuatu yang mengganjal, sesuatu yang perlahan mengusik ketenangan, membuatnya tak lagi nyaman untuk menetap.

Mungkin jawabannya bersembunyi di sudut kota yang jarang terjamah, di balik pintu yang keberadaannya nyaris luput dari penglihatan. Atau barangkali, ia terselip di antara mimpi-mimpi yang mengguncang kesadaran—mimpi yang terasa terlalu nyata, yang perlahan menyeretnya kembali pada kebenaran yang selama ini tersamarkan: bahwa dunia yang kini ia pijak bukanlah dunia yang sejatinya nyata.

Kini, Adriel berdiri di persimpangan. Bertahan dalam kehidupan yang menjanjikan bahagia tanpa batas, atau kembali ke dunia tempat luka dan kesedihan nyata adanya?

Sebab terkadang, hidup tak melulu tentang kebahagiaan tanpa celah. Kadang, justru kesedihanlah yang membuatnya benar-benar merasa hidup.